Jika Prabowo berharap langkah ini bisa meningkatkan penerimaan pajak menjadi 18% dari PDB, maka ia perlu memperhatikan bahwa tanpa pengawasan dan penegakan hukum pajak yang ketat, pemangkasan ini bisa malah membuat pemerintah kehilangan lebih banyak uang. Berdasarkan literatur fiskal, pajak yang lebih rendah memang bisa memacu investasi, tetapi tanpa pengawasan, potensi penghindaran pajak bisa meningkat.
Kenaikan PPN: Biarkan Rakyat Menanggung Bebannya
Di tengah janji manis tentang pemangkasan PPh Badan, Prabowo juga diam-diam merencanakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Ini mungkin bukan topik pembicaraan yang populer, tapi pasti akan terasa langsung di kantong rakyat.
Kenaikan PPN pada dasarnya adalah pajak regresif yang lebih berat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Penelitian menunjukkan bahwa kenaikan PPN seringkali membuat inflasi meningkat dan daya beli menurun. Dengan kata lain, kebijakan ini akan membuat masyarakat kelas bawah menjerit lebih keras daripada sebelumnya, sementara kaum kaya mungkin hanya menganggapnya sebagai gangguan kecil.
Lucunya, meski PPN naik, pemerintah berjanji untuk meringankan beban sektor properti dengan menghapus pajak properti. Jadi, rumah yang mungkin tidak terbeli oleh masyarakat menengah bawah karena daya beli mereka tergerus, justru mungkin akan semakin diminati oleh kelas atas yang tidak terbebani dengan PPN yang baru. Ah, ironi kebijakan!
Target Pertumbuhan Ekonomi 8%: Mengincar Bintang dari Bawah Tanah
Sekarang, mari kita bicarakan target pertumbuhan ekonomi. Prabowo menargetkan pertumbuhan sebesar 8% selama masa pemerintahannya. Angka ini terdengar seperti mimpi indah di dunia dongeng. Jangan salah paham, saya senang ketika seorang pemimpin berpikir besar, tetapi mari kita realistis.
Selama beberapa dekade terakhir, Indonesia hanya mencapai rata-rata pertumbuhan 5-6%. Lalu tiba-tiba, dalam lima tahun, kita akan melompat ke 8%? Mencapai pertumbuhan 8% memerlukan investasi yang sangat besar, dan pertanyaannya adalah: dari mana investasi itu akan datang? Apalagi dengan ketidakpastian global dan krisis ekonomi yang sudah mulai mempengaruhi berbagai negara, target ini tampaknya lebih seperti janji kampanye yang dibuat agar terlihat ambisius, tanpa dasar ilmiah yang kuat.
Para ekonom sering kali menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat hanya bisa terjadi jika ada perubahan struktural besar dalam ekonomi. Tanpa reformasi yang signifikan di bidang birokrasi, hukum, dan infrastruktur, target ini bisa menjadi angan-angan kosong.
Penghapusan Pajak Properti: Hadiah untuk Orang Kaya?
Terakhir, kebijakan penghapusan pajak properti. Prabowo ingin menghapus PPN dan BPHTB pada sektor properti. Kebijakan ini mungkin terlihat sebagai langkah brilian untuk merangsang pasar properti, tetapi siapa yang benar-benar diuntungkan?
Secara ilmiah, pasar properti sangat dipengaruhi oleh kebijakan perpajakan. Dengan menghapus pajak, kita bisa berharap ada peningkatan minat pembelian rumah, tapi apakah ini akan membantu mereka yang benar-benar membutuhkan perumahan? Atau justru memberikan hadiah besar bagi para spekulan dan investor kaya yang akan semakin memperkaya diri mereka dengan membeli properti tanpa harus membayar pajak?
Kesimpulan: Janji Manis, Tapi Bagaimana Implementasinya?
Janji-janji Prabowo dan Gibran tampak manis di atas kertas, tapi implementasinya jelas tidak semudah itu. Dari penundaan pembentukan BPN, pemangkasan PPh Badan, kenaikan PPN, hingga target pertumbuhan ekonomi yang terlalu ambisius, kebijakan ini menyiratkan bahwa pemerintah baru menghadapi tantangan besar.
Satu pemikiran pada “Prabowo dan Gibran: Menjanjikan Langit, Tapi Hati-Hati dengan Gravitasi”