Katamadura.com – Pemerintah Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Wali Kota Eri Cahyadi telah mengeluarkan Surat Edaran yang menekankan efisiensi anggaran dan pemangkasan belanja nonprioritas.
Namun, dalam praktiknya, PC PMII Surabaya menyoroti indikasi bahwa dana APBD masih digunakan untuk kegiatan seremonial yang minim dampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
3 Tantangan PC PMII Surabaya
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait komitmen Pemkot Surabaya dalam menjalankan kebijakan penghematan anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. PC PMII Surabaya menyampaikan tiga sikap kritis terkait hal ini:
1. Konsistensi dalam Efisiensi Anggaran
Jika benar efisiensi anggaran menjadi prioritas utama, maka seharusnya belanja seremonial yang tidak memiliki urgensi tinggi diminimalisir, bahkan dihilangkan.
Pemkot Surabaya harus menunjukkan keseriusan dalam kebijakan penghematan, bukan sekadar retorika dalam bentuk surat edaran.
2. Transparansi dan Akuntabilitas APBD
PC PMII Surabaya mendesak Pemkot untuk secara terbuka menjelaskan apakah acara tasyakuran yang digelar menggunakan dana APBD atau tidak.
Jika benar dibiayai dengan APBD, maka harus ada justifikasi yang jelas mengenai urgensi serta dampaknya bagi masyarakat. Prinsip transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pegangan utama dalam pengelolaan anggaran daerah.
3. Prioritas pada Kesejahteraan Publik
Di tengah kondisi ekonomi yang menuntut efisiensi, anggaran daerah seharusnya lebih difokuskan pada sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Alokasi dana untuk kegiatan seremonial harus dikaji ulang agar tidak bertentangan dengan semangat efisiensi yang telah digaungkan.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua 2 PC PMII Surabaya, Moh Unez Azizi, menegaskan bahwa keterbukaan dalam pengelolaan anggaran daerah adalah kunci menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah.
