Pada Minggu Malam (20/10/2024), Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan susunan Kabinet Merah Putih bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dari nama-nama yang diumumkan, terdapat lima menteri dan dua wakil menteri yang merupakan alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Bagi saya, sebagai alumni PMII yang pernah aktif dari tingkat Rayon, Komisariat, Cabang, hingga Koorcab di Jawa Timur, ini adalah pencapaian yang membanggakan sekaligus tantangan tersendiri.
5 Menteri dan 2 Wakil Menteri
Nama-nama yang muncul dalam kabinet ini di antaranya Muhaimin Iskandar sebagai Menko Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Kadir Karding sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala BPNTKI, Nusron Wahid sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Arifatul Choiri Fauzi sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Nazaruddin Umar sebagai Menteri Agama.
Selain itu, terdapat dua alumni PMII lainnya yang mendapat posisi sebagai wakil menteri, yaitu Aminudiin Maruf sebagai Wamen BUMN dan Juri Andriantoro sebagai Wakil Menteri Sekretaris Negara.
Melihat kiprah mereka, ada pertanyaan besar yang selalu terlintas di benak saya, yakni sejauh mana mereka tetap berpegang pada Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai menteri dan wakil menteri?
Pertanyaan ini penting karena NDP bukan sekadar dokumen atau konsep, melainkan sebuah kompas moral yang seharusnya menuntun setiap alumni PMII dalam menjalani kehidupan, terutama ketika sudah berada dalam lingkaran kekuasaan.
NDP: Fondasi yang Harus Diingat
Nilai Dasar Pergerakan (NDP) adalah kerangka ideal-moral yang digali dari pengalaman perjuangan warga pergerakan. Dalam NDP, kita diajarkan untuk selalu berpihak kepada mereka yang lemah, menegakkan keadilan, dan melawan segala bentuk kesewenang-wenangan.
Di sinilah PMII menemukan rohnya sebagai gerakan mahasiswa yang tak hanya berjuang di dunia akademik, tapi juga dalam ranah sosial-politik. NDP inilah yang mengikat seluruh kader PMII dalam semangat perjuangan bersama, dan harusnya tetap menjadi pegangan ketika kita sudah menjadi bagian dari pemerintahan.
Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah mereka masih memegang erat NDP tersebut, ataukah justru mulai menjauh karena tekanan politik dan kepentingan? Ketika alumni PMII sudah berada di posisi puncak seperti sekarang, godaan untuk mengesampingkan prinsip-prinsip tersebut tentu sangat besar.
Tantangan dalam Kabinet
Menurut saya, menjadi seorang menteri atau wakil menteri adalah kesempatan emas untuk mewujudkan NDP dalam skala yang lebih besar. Namun, posisi ini juga menghadirkan banyak tantangan. Sebagai pejabat tinggi negara, para alumni PMII tersebut tentu harus menghadapi berbagai kepentingan politik dan ekonomi yang tidak selalu sejalan dengan prinsip NDP.
Satu pemikiran pada “Masa Depan PMII: 5 Menteri dan 2 Wakil Menteri Alumni PMII dalam Kabinet Merah Putih, Masihkah Berpegang pada NDP?”