Sumenep — Pengelolaan hibah Pemerintah Kabupaten Sumenep Tahun Anggaran 2025 kembali menjadi sorotan publik. Analis kebijakan publik Kabupaten Sumenep, Efendi Pradana, S.Psi, melayangkan kritik tajam terhadap proses penyaluran hibah yang dinilainya sarat kejanggalan, minim transparansi, bahkan mengandung indikasi penyelewengan oleh oknum yang diduga berada di lingkaran kekuasaan.
Efendi menyampaikan kritik tersebut secara terbuka melalui pemasangan baliho besar di salah satu titik strategis di Kota Sumenep, yang memuat beberapa contoh penerima hibah yang dianggap tidak wajar dan menimbulkan tanda tanya besar terkait akurasi data maupun independensi proses verifikasi.
Dua Organisasi dengan Alamat Sama: Ini Bukan Kebetulan, tapi Kelalaian Sistemik Salah satu temuan paling mencolok yang dipaparkan Efendi ialah adanya kesamaan alamat kantor antara organisasi Generasi Emas Nusantara dan Gerakan Pramuka Kwartir Cabang (Kwarcab) Sumenep.
Kedua organisasi tersebut tercatat sebagai penerima hibah daerah sebesar Rp. 100.000.000,- dan Rp. 500.000.000,-.Efendi menilai kondisi itu sebagai bentuk kelalaian serius dalam tahapan verifikasi.
“Ini bukan sekadar kesalahan teknis. Dua organisasi berbeda dengan alamat yang sama itu tidak masuk akal. Jika verifikasi data saja tidak dilakukan dengan benar, bagaimana kita bisa percaya bahwa proses seleksi hibah bebas dari intervensi?” tegasnya.
Ia menilai hal ini membuka dugaan bahwa ada kelompok tertentu yang memanfaatkan celah administratif untuk mengamankan hibah.
Hibah untuk YLPS “Insan Bismillah Melayani”: Nama Identik dengan Tagline Politik Bupati
Kejanggalan lain yang diungkap Efendi menyasar hibah yang diterima Yayasan Lembaga Pelayanan Sosial Insan Bismillah Melayani (YLPS IBM).
Yayasan ini, menurutnya, memiliki nama yang identik dengan tagline politik Bupati Sumenep saat Pilkada 2020.Berdasarkan penelusurannya, YLPS IBM baru didirikan pada 2021, setahun setelah Pilkada usai.
“Ini jelas menimbulkan pertanyaan publik. Apakah ini kebetulan, atau ada kedekatan tertentu antara yayasan ini dengan pemegang kekuasaan? Jangan sampai dana hibah digunakan sebagai alat konsolidasi kekuasaan atau sebagai bentuk balas budi politik,” kata Efendi.







