Esai – Pernyataan Gus Ulil Abshar Abdalla dalam diskusi yang ditayangkan Kompas TV yang menyatakan bahwa pertambangan pada dasarnya bukan sesuatu yang jahat menjadi kontroversi tersendiri di tengah krisis ekologis yang kian masif di Indonesia.
Dalam videonya, Gus Ulil menyatakan: “Penambangan itu menurut saya baik, yang tidak baik adalah bad mining. Penambangan itu baik, it’s not an evil.”
Gus Ulil, YouTube Kompas TV (2025)Lebih lanjut, Gus Ulil bahkan mengkritik aktivisme lingkungan yang cenderung ekstrem dengan menyebut, “Jangan jadi wahabi lingkungan,” seolah menunjukkan bahwa sikap kritis terhadap tambang dianggap sebagai bentuk fanatisme yang membutakan rasionalitas.
Pandangan ini, meskipun dibalut dalam narasi rasional dan plural, menyederhanakan realitas kerusakan ekologis yang kompleks dan sistemik.
Dalam perspektif PMII, pandangan tersebut perlu dikritisi dengan mengacu pada Nilai Dasar Pergerakan (NDP), khususnya poin keempat: Hablun minal ‘alam yakni etika relasi manusia dengan semesta ciptaan.
Nilai ini bukan hanya mencakup hubungan fisik dengan alam, tetapi juga menyiratkan tanggung jawab etis terhadap tatanan sosial, keberlanjutan hidup, dan keseimbangan ekosistem.Pernyataan Gus Ulil yang membedakan “good mining” dan “bad mining” terkesan terlalu normatif dan lepas dari realitas empirik.
Di banyak wilayah Indonesia seperti Kalimantan Timur, Papua, dan Sulawesi, praktik pertambangan telah terbukti menimbulkan kerusakan lingkungan, penggusuran masyarakat adat, krisis air bersih, serta kemiskinan struktural.
Tantangan yang diajukan Iqbal Damanik dalam debatnya pun tajam: “Tunjukkan satu saja contoh pertambangan di Indonesia yang berhasil memulihkan ekosistem secara utuh!” Sampai kini, tantangan itu belum terjawab.QS. Ar-Rum: 41 menyatakan:“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali.
”Dalam Tafsir al-Mishbah, Quraish Shihab menafsirkan ayat ini sebagai peringatan akan rusaknya bukan hanya alam fisik, tapi juga tatanan moral dan sosial akibat kerakusan dan kezaliman manusia.
Tafsir ekologis seperti yang dikembangkan oleh Seyyed Hossein Nasr bahkan menyebut bahwa krisis ekologis modern adalah gejala dari hilangnya dimensi spiritual dalam relasi manusia dengan alam.