Bangkalan – Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong kesetaraan dan keadilan gender melalui kegiatan Talk Show Gender Awareness bertema Generasi Sadar Gender, Saatnya Bicara, Saatnya Bergerak yang digelar pada Sabtu, 25 Oktober 2025 di Gedung R.P. Mohammad Noer, Kampus UTM Bangkalan.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber nasional, yakni Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Dra. Hj. Arifah Fauzi, M.Si., dan Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Ansari, S.Pd.I.
Rektor UTM Prof. Dr. Safi, S.H., M.H. dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini menjadi ruang refleksi bagi sivitas akademika dan masyarakat untuk memperkuat kesadaran pentingnya kesetaraan gender di berbagai sektor kehidupan.
“Kesetaraan gender bukan sekadar wacana, melainkan tindakan nyata yang harus dihidupi oleh setiap individu,” ujar Prof. Safi’
Ia juga menegaskan komitmen UTM untuk menciptakan lingkungan kampus yang inklusif dan bebas diskriminasi gender.Dalam sesi talk show, Hj. Ansari, legislator perempuan asal Madura dari Fraksi PDI Perjuangan, menyoroti bahaya cyberbullying dan kekerasan berbasis siber yang semakin marak di era digital.
“Ruang digital memang memberikan banyak manfaat, tetapi di sisi lain muncul ancaman serius seperti penghinaan, ancaman, penyebaran konten pribadi tanpa izin, Ini banyak menimpa kelompok rentan, terutama perempuan dan anak,” ujarnya di hadapan ratusan mahasiswa.
Ia menjelaskan, dampak cyberbullying dapat menimbulkan trauma psikologis, kehilangan kepercayaan diri, hingga gangguan tumbuh kembang anak.
Ansari juga menyoroti belum adanya undang-undang khusus yang mengatur cyberbullying di Indonesia, dan berkomitmen memperjuangkan kebijakan perlindungan ruang digital yang aman dan berkeadilan bagi perempuan dan anak.
Sementara itu, Menteri PPPA Arifah Fauzi memaparkan data hasil survei nasional tahun 2024 yang menunjukkan bahwa 1 dari 4 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan, dan sebagian besar terjadi di lingkungan rumah tangga.
“Yang lebih memprihatinkan, 1 dari 2 anak usia 13-17 tahun mengalami kekerasan,” ungkapnya.






