Kita semua tahu, sejarah itu kadang memang bikin kita melongo, apalagi kalau ngulik sosok-sosok yang terlibat di dalamnya. Nah, kali ini kita bakal ngobrolin Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, si Sultan yang lahir di Sumenep pada tahun 1194 Hijriah.
Awal Kehidupan dan Garis Keturunan
Dia ini anak dari Panembahan Sumolo, yang terkenal sebagai Panembahan Natakusuma, sama Raden Ajeng Maimunah, putri dari penguasa Semarang, Kanjeng Pangeran Adipati Ario Suroadimenggolo III. Jadi, bisa dibilang, darah biru mengalir deras di tubuhnya.
Ayahnya, Panembahan Natakusuma, ternyata punya banyak anak, lho. Ada delapan putra-putri dari tiga istri. Putra pertamanya, Pangeran Panggung, sempat diharapkan untuk menggantikan posisi ayahnya. Sayangnya, Pangeran Panggung kurang disukai sama warga Sumenep, jadi dia diangkat jadi Bupati Pasuruan setelah sempat jadi adipati Sumenep sepeninggal ayahnya.
Perjalanan Hidup Sang Sultan
Sultan Abdurrahman, yang lahir dengan nama Raden Bagus Abdurrahman, juga mengalami beberapa kali perubahan nama. Setelah namanya berubah jadi Raden Aria Tirtadiningrat, akhirnya dia menggunakan nama Pangeran Aria Natanegara saat udah dewasa.
Dan pas ayahnya meninggal, dia diangkat jadi Adipati Sumenep dengan gelar Panembahan Natakusuma II pada tahun 1230 Hijriah (1811 Masehi). Setelah Perang Jawa berakhir, gelarnya diubah jadi Sultan Pakunataningrat.
Sultan ini bukan sembarang orang, lho. Dikenal sebagai sosok yang arif, berakhlak mulia, dan dihormati oleh rakyatnya, juga oleh para penjajah dari Belanda dan Inggris. Dalam manuskrip yang disimpan keturunannya, R.B. Idris, Sultan ini juga dijuluki alim dan berilmu.
Sejak kecil, dia udah hafiz Al-Qur'an dan terlibat dalam majelis ulama. Ilmu yang dia kuasai pun udah banyak, mulai dari Syariat, Aqaid, Bahasa Arab, hingga Tafsir dan Hadits.
Kehidupan Spiritual dan Kedisiplinan
Kalau kita bicara tentang kepribadiannya, Sultan Abdurrahman ini dikenal zuhud dan suka menyendiri untuk bertapa. Dalam bidang Tasawuf, dia mendapatkan ijazah dan talqin dari empat thariqah sekaligus: Naqsyabandiyah, Khalwatiyyah, Sathariyah, dan Sammaniyyah. Keren, kan?
Sayangnya, Sultan Abdurrahman meninggal dunia pada malam Sabtu, 3 Rajab 1270 Hijriah (1855 Masehi). Jenazahnya dimakamkan di Asta Tinggi, Sumenep, di samping makam ayahnya.
Kehidupan Sultan bukan hanya terbatas di bidang agama, lho. Dia juga jago di bidang bahasa, sastra, budaya, dan sejarah. Dari pihak ibunya, dia punya darah keluarga bangsawan yang sangat menghargai pengetahuan.
Koneksi dengan Budaya dan Pengetahuan
Nah, yang menarik, salah satu saudaranya, Kangjeng Kiai Adipati Suroadimenggolo V, dipuji oleh Raffles, si penjajah Inggris, sebagai orang yang paham banget tentang budaya dan peradaban Jawa. Raffles sendiri pernah meminta Sultan Sumenep untuk menerjemahkan manuskrip berbahasa Sansekerta, dan ternyata hasil terjemahan Sultan cocok dengan terjemahan yang diberikan orang Hindustan.
Katanya, Sultan Abdurrahman ini bisa menguasai sekitar 40 bahasa! Makanya, dia dapat gelar Doktor Honoris Causa di bidang kebudayaan dari Kerajaan Inggris, lengkap dengan hadiah kereta kencana yang jadi salah satu koleksi Museum Keraton Sumenep. Kereta ini dikenal dengan sebutan Kereta Melor, yang dulunya merupakan hadiah dari Inggris.
Hidup Sederhana dan Warisan Spiritual
Uniknya, Sultan ini nggak pernah mau pamer harta. Dia lebih suka hidup sederhana dan sering menjauh dari kemewahan. Malah, dalam sebuah pertemuan, dia pernah menempatkan emas sebagai alas kakinya, sementara yang lain menempatkannya di atas kepala. “Dunia ini hina,” katanya. “Jadi, harus di bawah telapak kaki, bukan di atas kepala.”
Sultan Abdurrahman Pakunataningrat adalah sosok yang layak dikenang sebagai pemimpin yang arif, alim, dan zuhud. Dengan berbagai keahlian di bidang agama, bahasa, dan budaya, beliau meninggalkan jejak sejarah yang inspiratif.
Sikapnya yang menjauhkan diri dari keduniawian mengajarkan kita untuk menghargai pengetahuan dan menjalani hidup dengan sederhana. Sejarahnya menjadi cerminan bahwa ketulusan dan kebijaksanaan adalah kunci untuk dihormati oleh siapapun, baik rakyat maupun penjajah.
Baca terus konten-konten artikel, berita dan opini menarik lainnya hanya di katamadura.com
Satu pemikiran pada “Jejak Sang Sultan: Cerita Sultan Abdurrahman Pakunataningrat yang Penuh Hikmah”