Mengukur Seriusnya Delik Penistaan Agama di Indonesia: Antara Hukum Serius dan Teori-teori Berat

Penistaan Agama
Ilustrasi oleh AI (Chat GPT)

Kenapa Kita Ribut-ribut soal Penistaan Agama?

Di Indonesia, ngomong hal-hal berbau agama sedikit aja bisa bikin orang langsung ribut. Ada yang merasa agama mereka dihina, tersinggung, atau bahkan merasa keberadaannya terancam! Lalu, datanglah hukum: Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 sama Pasal 156a KUHP, alias hukum yang (katanya) menjaga agama-agama resmi di Indonesia dari "serangan" orang-orang yang suka bikin gaduh.

Tapi, kalau dipikir-pikir, hukum ini malah sering jadi "senjata" buat siapa aja yang mau "diamkan" suara yang beda pendapat atau sekadar bercanda dikit soal agama.

Kira-kira, kalau ada yang kasih kritik soal agama tapi niatnya bukan buat menghina, masa harus dijerat hukum juga? Di sinilah kita butuh teori berat dari ushul fiqh buat memahami apa sih sebenarnya inti dari "penistaan agama" ini.

Intip-Intip Pasal tentang Penistaan Agama

Nah, ini nih beberapa aturan yang suka dibawa-bawa kalau ngomongin penistaan agama di Indonesia. Mulai dari UU 1/PNPS/1965 yang katanya siap "membasmi" segala bentuk ajaran yang menyimpang, sampai Pasal 156a KUHP yang ancam penjara kalau ada yang nekat menghina agama resmi.

Belum lagi, UU ITE siap "menangkap" mereka yang berani-berani nyebar ujaran kebencian di dunia maya, siap-siap kena ancaman pidana 6 tahun plus denda Rp1 miliar! Jadi, sederhananya, kalau ada orang yang ngomong soal agama dengan nada agak miring di internet, bisa-bisa dia langsung berurusan sama pihak berwenang.

Tahun 2023, KUHP baru makin bikin aturan ini lengkap. Ada Pasal 304 yang ngehukum mereka yang berani ganggu orang beribadah. Tujuannya? Katanya sih biar negara ini damai, adem, dan bebas dari konflik soal agama.

Baca Juga !  Pengasuh Ponpes di Bangkalan Dijemput Paksa Polisi atas Dugaan Pencabulan Santri

Tapi, serius nih, apakah kita udah begitu bijak dalam pakai aturan ini? Atau malah jadi alat buat "nutup mulut" orang yang punya pandangan beda?

Teori-teori Ushul Fiqh: Berat Tapi Masuk Akal Kalau Dipikir-Pikir

Di sini masuklah ushul fiqh alias ilmu berat yang suka dipake buat memahami hukum Islam. Ada beberapa teori menarik buat menyorot masalah ini, biar kita nggak asal tuduh orang "menghina agama."

Maqashid Syariah
Teori ini bilang kalau hukum Islam itu harus punya tujuan, dan tujuan paling utama adalah melindungi agama. Jadi, kalau ada yang ngomong sembarangan soal agama, tujuan utama hukum ini adalah melindungi kita semua biar bisa beribadah dengan tenang tanpa diganggu orang-orang nggak jelas.

Jadi, kalau ada yang menghina agama, hukum kita ini kayak superhero yang siap turun tangan buat bela umat.

Kaidah Fiqih (Qawa’id Fiqhiyyah)
Ini teori yang ngomongin kaidah kayak la darar wa la dirar, artinya nggak boleh bikin kerusakan atau menyebabkan kerugian. Dengan kata lain, kalau ngomong sesuatu yang bikin emosi umat, berarti sama aja menciptakan "kerugian" sosial.

Jadi, pasal penistaan agama dianggap perlu untuk "nyetop" siapa aja yang berpotensi merusak ketenangan umat.

Maslahah (Kemaslahatan)
Bahasa gampangnya, aturan hukum itu ada buat "kebaikan bersama." Jadi, kalau ada orang yang asal ngoceh soal agama terus bikin rusuh, pasal ini dipake buat menjaga keharmonisan masyarakat.

Jadi, kalau ada yang bilang aturan ini nggak penting, mungkin mereka lupa kalau ribut-ribut soal agama itu bisa memicu perpecahan.

Baca Juga !  Sabotase Politik dalam Pilkada Sampang: Peran Lembaga Pengawas yang Dipertanyakan

Dar’ul Mafasid (Menolak Kerusakan)
Nah, teori ini agak "nggak pake mikir panjang." Pokoknya, mencegah kerusakan lebih baik daripada ngebiarin manfaat kecil.

Jadi, pasal penistaan agama dipake buat mencegah konflik yang lebih besar, walaupun sebenarnya mungkin ada ekspresi yang nggak sampai menodai agama, tapi cukup bikin hati panas.

Menyaring "Penistaan Agama" Pakai Ushul Fiqh

Jadi, kalau kita pake teori-teori ini, hukum penistaan agama di Indonesia tuh (katanya) sah-sah aja buat melindungi ketenangan umat. Dari kacamata maqashid syariah, aturan ini sah karena melindungi agama itu penting.

Bayangin kalau ada orang seenaknya menghina agama di depan umum—tentu ini nggak bakal bikin damai! Aturan kayak gini dianggap penting buat jaga ketertiban sosial, biar nggak ada yang merasa agamanya diinjak-injak.

Terus, dari kaidah la darar wa la dirar, aturan ini dibuat biar nggak ada "kerugian sosial" akibat orang asal ngomong soal agama. Jadi, kalau ada yang ngomongin agama terus bikin panas, mungkin aturan ini jadi solusi buat nahan konflik sosial.

Ini juga selaras dengan prinsip dar’ul mafasid yang pengen mencegah masalah besar sebelum muncul kerusakan lebih jauh.

Tapi, bener nggak sih hukum ini dijalankan buat kebaikan? Atau malah cuma jadi "palu godam" buat siapa aja yang ngomong dikit aja soal agama? Kalau kita pakai konsep maslahah, artinya aturan ini perlu dipertimbangkan ulang, jangan sampai malah menekan kebebasan berekspresi tanpa sebab jelas.

Baca Juga !  Politik dan Agama: Demokrasi atau Dogma di Medan Pilkada?

Bayangin kalau seseorang menyampaikan opini ilmiah atau sekadar kritis tanpa maksud menghina, tapi langsung dihadapkan ke pengadilan. Apa ini bener-bener buat kemaslahatan?

Menurut maslahah, sebaiknya aturan ini lebih fleksibel dan nggak gampang menyasar siapa aja yang sekadar ngomong beda. Kalau setiap ekspresi dikit-dikit dianggap menista, malah bahaya buat kebebasan berekspresi dan akhirnya "ketenangan" yang diciptakan jadi terlalu kaku.

Kesimpulan: Serius atau Nggak Nih dengan Pasal Penistaan Agama?

Jadi, kalau dipikir-pikir lagi, aturan tentang delik penistaan agama di Indonesia ini bisa dibilang sah-sah aja kalau dilihat dari kaca mata teori ushul fiqh. Tujuannya buat ngelindungi agama dan masyarakat, biar nggak gampang rusuh cuma gara-gara omongan yang menyinggung.

Dari maqashid syariah sampai dar’ul mafasid, semua teori ini mendukung hukum ini, dengan tujuan menjaga ketertiban.

Tapi, di sisi lain, aturan ini bisa banget disalahgunakan. Kalau hukum ini nggak dievaluasi, jangan kaget kalau ada orang yang "kena pasal" cuma karena kritik atau beda pandangan yang sebenarnya nggak bikin rusuh.

Jadi, sebaiknya pasal ini lebih fokus buat ngejerat orang yang jelas-jelas niatnya buat menyulut kebencian, bukan sekadar ngomong beda atau kritis.

Kalau hukum ini benar-benar mau membawa "kebaikan" atau maslahah, mendingan aturan ini dibikin lebih objektif, biar orang nggak merasa dicekal cuma karena ngomong soal agama.

Kasih ruang buat dialog dan kritik yang sehat, tapi tetep kasih batasan yang tegas buat orang yang sengaja bikin rusuh. Cuma dengan cara ini, kita bisa dapet "ketenangan" yang bener-bener bikin nyaman semua pihak.

Berita lainnya !

Bagikan:

Tinggalkan komentar