Esai- Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) sebagai Badan Semi Otonom (BSO) PMII memiliki mandat penting: meningkatkan kesadaran dan peran perempuan dalam pendidikan, sosial, dan politik. KOPRI hadir sebagai garda terdepan dalam upaya pemberdayaan perempuan, sekaligus menegaskan bahwa perempuan memiliki tempat terhormat dalam dinamika pembangunan bangsa.
Namun, di tengah upaya tersebut, maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan — baik kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga pencabulan — menjadi luka kolektif yang harus disikapi dengan serius. Tidak hanya menyebabkan trauma fisik, berbagai kekerasan ini juga meninggalkan dampak psikologis yang dalam bagi korbannya.
Dalam merespon persoalan ini, selain mengandalkan berbagai metode ilmiah untuk pertahanan diri, perempuan-perempuan masa kini juga memerlukan inspirasi nyata dari tokoh-tokoh yang telah meneguhkan dirinya di tengah tantangan.
Salah satunya adalah Dr. Fera Andriani Djakfar, Lc., M.Pd, satu-satunya rektor perempuan di Kabupaten Bangkalan, sekaligus penulis produktif dengan banyak karya yang telah diterbitkan.
Dalam kunjungan silaturahim KOPRI PC PMII Bangkalan ke Kampus Institut Agama Islam Syaichona Cholil pada Jumat, 25 April 2025, Dr. Fera membagikan formulasi penting untuk mencegah maraknya kasus seksual di kalangan mahasiswa:
1. Menanamkan Nilai-Nilai Pesantren: Pendidikan berbasis nilai menjadi filter awal untuk menghindari kemungkinan terjerumus ke dalam perilaku negatif.
2. Perlakukan Perempuan Sebagaimana Saudara Sendiri: Lelaki diimbau untuk memperlakukan perempuan dengan hormat dan menjaga pola pikir positif.
3. Membentuk Satgas Rahasia: Sebuah inisiatif kampus yang bertugas secara diam-diam dalam mencegah dan menangani indikasi awal kekerasan seksual.
4. Membentuk Karakter Sholihah Linafsiha: Perempuan harus selesai dengan dirinya sendiri, kuat secara mental dan spiritual, agar siap berkiprah di ranah publik tanpa kehilangan arah.
Dr. Fera menekankan bahwa perempuan adalah makhluk berharga dalam seluruh aspek-fisik, potensi, kecerdasan, dan bakat.
Namun, sering kali perempuan gagal menyadari potensi tersebut, lalu jatuh pada pemikiran sempit bahwa tubuh adalah satu-satunya jalan meraih validasi publik.
Padahal, justru pola pikir inilah yang membuka celah terjadinya eksploitasi dan kekerasan dari pihak lain.
Lebih lanjut, beliau menganjurkan pentingnya memperkuat solidaritas antar perempuan. Dengan membangun jaringan pertemanan yang sehat, perempuan bisa saling mendukung dan menguatkan satu sama lain, menciptakan benteng kokoh terhadap berbagai bentuk manipulasi emosional dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pertemuan yang penuh hikmah ini diakhiri dengan doa tulus dari Dr. Fera kepada para kader KOPRI, agar mereka menjadi perempuan-perempuan tangguh, diberikan keselamatan dunia akhirat, serta dipertemukan dengan jodoh yang sejalan visi misinya sehingga perjuangan mereka di ranah publik dapat terus berlanjut.
Menjadi perempuan di era ini memang penuh tantangan, namun dengan kesadaran diri, penguatan potensi, serta solidaritas yang kokoh, perempuan mampu menjadi agen perubahan yang sesungguhnya.
Penulis: Veni Ayunita (Sekretaris KOPRI PC Bangkalan)