Konflik Lahan PKL Diselesaikan Lewat Mediasi, Wabup Fauzan Pastikan Penataan Tak Rugikan Pedagang

Para Pedagang Kaki Lima saat Beraudiensi di Pendopo Wakil Bupati Bangkalan

Bangkalan - Polemik antara Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tergabung dalam Paguyuban Payung Makmur PK5 dengan Pemerintah Kabupaten Bangkalan akhirnya menemui titik terang. Setelah melalui sejumlah pertemuan, kedua pihak sepakat menjalankan hasil mediasi yang difasilitasi oleh Wakil Bupati Bangkalan, Moh. Fauzan Ja’far.

Ketua Paguyuban Payung Makmur PKL, H. Joni Rianto, mengatakan bahwa hasil mediasi tersebut menjadi solusi yang mengakomodasi kebutuhan pedagang tanpa melanggar aturan.

Para PKL diperbolehkan tetap berjualan di area sempadan Sungai Bangkalan dengan ketentuan warung bersifat bongkar pasang serta mengikuti jam operasional siang dan malam yang sudah ditentukan.

“Alhamdulillah sudah ada titik tengah. Kami tetap bisa berdagang dengan sistem bongkar pasang, dan sekitar 70 persen anggota kami sudah menyetujui kesepakatan ini,” ujar Joni usai pertemuan.

Ia menjelaskan bahwa persoalan ini berawal dari surat teguran terhadap pedagang terkait pemanfaatan lahan di sempadan Sungai Kali Bangkalan.

Setelah dilakukan kajian, diketahui bahwa lahan tersebut berada di bawah kewenangan Dinas PU Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jawa Timur, bukan Pemerintah Kabupaten Bangkalan.

Menurut Joni, surat teguran dari instansi kabupaten sempat menimbulkan kebingungan di kalangan pedagang karena dianggap tumpang tindih dengan kewenangan provinsi.

Namun setelah dimediasi oleh Wabup Fauzan, para pedagang kini merasa lebih tenang dan siap mematuhi aturan yang disepakati.

“Pak Wabup sudah menyampaikan bahwa kami boleh tetap beraktivitas dengan aturan yang disepakati. Ada komitmen baik antara pemerintah dan PKL. Desain dan penataan area juga akan diarahkan oleh Pemkab,” jelasnya.

Sementara itu Wakil Bupati Bangkalan, Moh. Fauzan Ja’far, menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen menata kawasan PKL di bantaran sungai secara tertib dan manusiawi.

Ia menjelaskan bahwa penataan dilakukan seiring dengan selesainya program normalisasi sungai, meliputi kawasan Sungai Tunjung, Ketengan, hingga Junuk.

Sebelumnya, pemerintah telah memberikan dua kali surat peringatan dan surat terakhir agar para pedagang membongkar lapak secara mandiri hingga 30 Oktober.

Namun, karena para pedagang masih menunggu izin dari Dinas PU SDA Provinsi Jawa Timur, pemerintah memberikan toleransi hingga 7 November.

“Setelah kami menerima surat dari Dinas PU SDA Provinsi, dinyatakan bahwa tidak diperbolehkan ada bangunan permanen di sepanjang bantaran sungai. Karena itu, kami sepakati bersama bahwa pedagang boleh tetap berjualan, tetapi hanya menggunakan tenda bongkar pasang,” ujar Fauzan.

Ia menambahkan bahwa Pemkab memahami keterbatasan biaya para pedagang, sehingga pihaknya berencana mencarikan dukungan dari pihak ketiga seperti Bank Jatim atau lembaga lain agar seluruh tenda dapat diseragamkan.

“Intinya, kami ingin penataan ini berjalan tertib tapi tetap manusiawi. Para PKL tetap bisa berjualan, namun dengan aturan yang tidak melanggar ketentuan,” tegasnya.

Berita lainnya !

Bagikan:

Tinggalkan komentar