Kata Madura - Peringatan salah satu hari penting dalam sejarah khazanah perjalanan Islam yakni Isra' Mi'raj tahun ini jatuh pada tanggal 27 Januari 2025. Umat Islam selalu memperingati hari diperintahkan ibadah sholat setiap tahun pada tanggal 27 Rajab menurut perhitungan kalender Hijriyah.
Isra' Mi'raj merupakan sebuah perjalanan yang ditempuh oleh Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam dari Mekkah ke Masjidil 'Aqsha di Palestina dan dari Masjidil 'Aqsha menuju ke Langit-langit untuk bertemu dengan Allah Subhanahu Wata'ala. Dalam perjalanan inilah, perintah kewajiban ibadah sholat sebanyak lima waktu diterima langsung oleh Nabi Muhammad untuk diajarkan dan diperintahkan kepada seluruh umat Islam pada saat itu hingga sekarang.
Isra' Mi'raj merupakan sebuah peristiwa yang terjadi pada tahun ke-10 kenabian Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam, sebelum melakukan perjalanan ini hingga setelahnya ada banyak sekali moment yang dilalui oleh Nabi yang kemudian dipercayai oleh umat Islam sebagai wujud keimanan terhadap agama Islam dan Muhammad sebagai utusan Allah.
Sekalipun perjalanan ini merupakan salah satu peristiwa penting Nabi Muhammad, sebagai salah satu keistimewaan seorang utusan, namun ulama masih banyak yang berselisih mengenai hal ini. Perselisihan ulama tentu saja bukan perkara mengimani atau tidak tentang perjalanan ini, tetapi lebih menyoroti bagaimana Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam menempuh perjalanan ini.
Jadi, jika dalam masalah keyakinan mengenai Isra' Mi'raj tidak dipersoalkan ulama, artinya kalangan ulama juga sepenuhnya mengimani persitiwa ini. Hal ini harus ditegaskan supaya terhindar dari kesalahpahaman pembaca, terlebih yang bagi mereka memiliki kayakinan lebih banyak daripada daya serap berpikir.
Ulama terdahulu kita berbeda pendapat tentang bagaimana Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam melakukan perjalanannya dari titik awal hingga akhir perjalanan hanya dalam kurun waktu satu malam. Jika pembaca juga menyadari, sebenarnya bahkan Nabi pun juga menghadapi kebingungan yang sama tidak lama setelah Ia kembali dari perjalanan sakralnya.
Seperti yang banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab yang mengisahkan perjalanan ini, bahkan Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam dalam sekejap juga termenung, bagaimana Ia akan dipercayai oleh orang-orang pada masa itu mengenai apa yang baru saja Ia alami dalam waktu yang sangat singkat.
Terlepas dari semua itu, perbedaan pendapar diantara ulama juga tidak jauh dari seputar pembahasan apakah Nabi melakukan perjalanannya secara spiritual, yakni hanya roh atau batiniah, atau secara kesadaran fisik atau badaniah, bahkan ada juga pendapat ulama yang menjelaskan bahwa Nabi melakukan perjalanan magis itu secara kesadaran fisik dan sekaligus kehadiran roh.
Mari kita ulas dari kedua sisi perselisihan antar ulama mengenai perjalanan sakral ini.
Pertama, perjalanan spiritual atau roh. Kalangan ulama pada masa terdahulu juga telah mecoba melakukan pendekatan yang rasional untuk memahami peristiwa luar biasa ini. Mengapa mereka berpendapat bahwa perjalanan Nabi dalam Isra' Mi'raj adalah perjalanan rohaniah?
Hal tersebut tentu saja didasarkan pada segala pengalaman yang dialami oleh Nabi selama perjalanan ini. Momentum seperti perjumpaan dengan para Nabi terdahulu, para Malaikat, dapat melihat surga dan neraka, serta berjumpa langsung dengan Allah. Semua itu adalah hal yang hanya dapat ditempuh oleh entitas spiritual di luar dimensi fisik atau badaniah.
Maka atas dasar keimanan kalangan ulama terhadap segala hal yang di luar dimensi fisik, atau yang juga disebut dengan yang ghaib, mereka memahami bahwa perjalanan yang ditempuh Nabi adalah perjalanan rohaniah atau perjalanan non-fisik sehingga hal itu lebih mudah untuk dapat diterima oleh penjelasan rasional.
Kedua, Perjalanan Nabi dalam Isra' Mi'raj adalah perjalanan fisik sekaligus rohaniah. Penjelasan ini juga tidak kalah populer dengan penjelasan yanh sebelumnya. Dalam hal ini, ulama berpendapat bahwa perjalanan sakral ini adalah sepenuhnya ditempuh oleh kesadaran badaniah Nabi dan sekaligus spiritualnya.
Hal tersebut tentu saja juga didasarkan pada ingatan seorang Nabi yang begitu detail menyampaikan apa saja yang telah dilaluinya selama perjalanan singkat itu. Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam mengisahkan perjalanannya tidak secara parsial yang secara tiba-tiba berada di Masjidil Aqsha dan tiba-tiba berada di langit untuk berjumpa Allah Subhanahu Wata'ala.
Dan terlebih lagi, momen negoisasi yang dilakukan berulang-ulang oleh Nabi Muhammad Sallallahu 'Alaihi Wasallam kepada Allah, atas dorongan Nabi Musa 'Alaihi Salam agar memangkas jumlah shalat yang diwajibkan bagi umatnya, hal tersebut tentu saja tidak dimungkinkan jika tanpa adanya kesadaran fisik dan pertimbangan manusiawi yang juga turut hadir dalam perjalanan super magis ini.
Berangkat dari semua rangkaian kejadian tersebut, maka kesimpulan ulama berlabuh pada pemahaman bahwa perjalanan Nabi baik pada saat Isra' maupun Mi'raj sepenuhnya adalah pejalanan kesadaran fisik sekaligus kehadiran roh selama peristiwa itu terjadi.
Begitulah bagaimana perbedaan pendapat ulama mengenai perjalanan sakral dan magis ini yang menjadi titik awal perintah beribadah sholat lima waktu yang telah diwajibkan kepada seluruh umat Islam di seluruh dunia.
Sekalipun kapasitas artikel ini sangat jauh dari pembahasan yang rumit dan akademik, namun setidaknya dapat dipahami oleh para pembaca sebagai bekal awal untuk memahami peristwa besar ini.