Tidak sedikit ditemukan, bahkan mungkin bisa dipastikan ketika jual-beli ini berlangsung baik pembeli dan penjual masih menggunakan sistem pembayaran secara tunia atau cash.
Hal tersebut bukan berarti masyarakat Madura tidak mau atau tidak bisa menggunakan sistem pembayaran yang lain misalnya transfer, namun sepertinya mereka memang ingin menjaga kelestarian iklim ekonomi yang secara turun-temurun melegenda.
Secara praktik, jual-beli yang dilakukan oleh masyarakat Madura adalah dengan sistem tawar-menawar di lokasi seperti pasar tradisional atau di rumah pedagang sendiri.
Penyebutan nominal yang mereka gunakan saat bertransaksi jual-beli ini juga tergolong unik atau tidak seperti melakukan transaksi di bidang lain.
Biasanya, saat bernegosiasi mereka hanya menyebutkan nominal penawaran digit kedua, misal harga sapi yang dibanderol 15 juta, calon pembeli hanya akan mengganyang penawaran nominal yang lima juta.
Contoh dialognya :
Pembeli : “Dipasang berapa herganya?”
Penjual : “15 juta.”
Pembeli : “3,5 juta.” (Maksudnya adalah 13,5 juta) dan begitu seterusnya hingga kedua belah pihak mencapai kesepakatan. Jadi, nominal harga digit pertama tidak berubah, namun hanya bernegosiasi harga pada nominal digit kedua.
Tidak sedikit pula dari mereka, baik penjual maupun pembeli yang menggunakan keahlian bernegosiasi jasa orang ketiga untuk memilih kualitas sapi yang bagus dan harga terbaik atau untuk mencarikan calon pembeli.