Jika setiap ada kritik atau potensi pemberitaan negatif, pihak berwenang bisa seenaknya melarang wartawan, maka masa depan kebebasan pers di Indonesia akan menjadi suram. Hal ini juga mencerminkan lemahnya pemahaman pejabat daerah terhadap peran vital media dalam menjaga transparansi.
Aksi boikot ini harus menjadi peringatan bahwa wartawan bukan sekadar peliput acara, tetapi adalah bagian integral dari sistem demokrasi. Ketika pemerintah atau panitia melarang akses wartawan, mereka tidak hanya melanggar hak pers, tetapi juga melanggar hak publik untuk tahu. Sebab, hak publik atas informasi adalah fondasi dari demokrasi yang sehat.
Kesimpulan: Boikot sebagai Langkah Awal Perjuangan Wartawan Bangkalan
Boikot yang dilakukan wartawan di Bangkalan ini bukan hanya simbol kekecewaan, tapi adalah bentuk nyata dari perlawanan terhadap upaya kontrol atas kebebasan pers. Ini adalah pengingat bahwa dalam demokrasi, kekuasaan bukan milik segelintir orang, tetapi milik rakyat, dan media adalah salah satu jembatan utama antara rakyat dan kekuasaan.
Dengan latar belakang teori sosial dan hukum, aksi ini tidak sekadar emosi sesaat, melainkan langkah yang sangat penting dalam mempertahankan kebebasan pers.
Wartawan Bangkalan, dengan segala risikonya, telah mengirimkan pesan tegas: kebebasan pers tidak untuk dikekang. Mereka memilih berdiri untuk hak mereka, dan pada akhirnya, berdiri untuk kita semua.
Baca terus konten-konten artikel, berita dan opini menarik lainnya hanya di katamadura.com
3 pemikiran pada “Boikot Wartawan di Popda Jatim XIV: Bentuk Perlawanan Media Bangkalan terhadap Kebijakan Otoriter?”