Boikot Wartawan di Popda Jatim XIV: Bentuk Perlawanan Media Bangkalan terhadap Kebijakan Otoriter?

Popda Jatim
Spanduk Penolakan Oleh Wartawan terhadap Kegiatan POPDA Jatim XIV

Ada yang berbeda dari gelaran Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) XIV Jawa Timur di Bangkalan kali ini. Alih-alih sorak sorai dan dukungan penuh dari media lokal, acara ini justru menjadi arena perlawanan sengit dari jurnalis se-Bangkalan yang memutuskan untuk memboikot penuh acara tersebut.

Keputusan ini bukan tanpa alasan; pada pembukaan acara Popda di Stadion Gelora Bangkalan (SGB), Selasa malam, 5 November 2024, panitia melarang seluruh jurnalis memasuki lokasi acara, meskipun mereka sudah memiliki akses resmi berupa ID Card dan kaus yang disediakan panitia. Insiden ini menjadi pemicu aksi protes yang lebih besar.

Para wartawan yang tergabung dalam lima organisasi utama – PWI, IJTI, Wartatama, KWB, dan AJB – secara kompak menyatakan ketidakpuasan mereka dengan cara yang jelas: mereka membentangkan spanduk besar di sejumlah titik dengan pesan yang cukup menggugah, “Wartawan se-Bangkalan Tolak dan Boikot Popda XIV 2024 di Bangkalan. Tolak Pj Gubernur dan Kadispora Jatim Datang ke Bangkalan selama Popda Berlangsung.”

Langkah ini seakan mengirimkan pesan lantang pada pejabat daerah dan panitia acara: kebebasan pers bukanlah sesuatu yang bisa dikesampingkan begitu saja.

Wartawan sebagai Kontrol Sosial dan Simbol Kebebasan Berpendapat

Dalam konteks sosial, wartawan berfungsi sebagai kontrol sosial, sebuah konsep yang diangkat dalam teori sosial oleh Emile Durkheim. Wartawan tidak sekadar “meliput,” mereka juga memiliki peran besar sebagai pengawas kebijakan publik dan jembatan antara masyarakat dan pemerintah.

Baca Juga !  Pelantikan Pengurus Himacitra, Dorong Mahasiswa Tragah Produktif dan Inovatif

Ketika akses informasi dibatasi, maka wartawan tidak hanya dicegah melakukan tugas jurnalistiknya, tetapi juga merusak fungsi kontrol sosial media yang mendasar bagi masyarakat.

Aksi boikot ini bisa dilihat sebagai manifestasi protes terhadap kebijakan otoriter yang mengekang kebebasan pers. Membatasi akses wartawan sama saja dengan berusaha membungkam kebebasan berpendapat dan melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang transparan.

Menurut Ketua Wartatama, Mustofa, insiden pelarangan ini adalah bentuk penghinaan terhadap profesi wartawan dan kebebasan pers itu sendiri. Ia menekankan bahwa kelima organisasi wartawan di Bangkalan bersatu dalam kekecewaan dan protes terhadap tindakan yang dianggap tidak menghargai peran media sebagai penyampai informasi kepada publik.

Resistensi Wartawan: Sebuah Aksi Legitimasi atas Hak Profesional

Menurut teori hegemoni Gramsci, media memiliki peran penting dalam membentuk pandangan masyarakat dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi. Ketika kekuasaan negara atau pihak otoritas mencoba mengekang media, resistensi dari para wartawan menjadi aksi legitimasi yang sangat penting untuk menjaga independensi media dari tekanan eksternal.

Boikot yang dilakukan wartawan se-Bangkalan ini adalah perlawanan simbolis untuk menegakkan prinsip bahwa wartawan tidak akan tunduk pada otoritas yang berusaha menghalangi kerja mereka.

Berita lainnya !

Bagikan:

3 pemikiran pada “Boikot Wartawan di Popda Jatim XIV: Bentuk Perlawanan Media Bangkalan terhadap Kebijakan Otoriter?”

  1. Ping-balik: Anggota DPD RI Ning Lia, Serap Aspirasi Guru dan Kepala Sekolah SMA-SMK - KATAMADURA.com
  2. Ping-balik: Hunian Modern di Tengah Kota, Investasi Cerdas di Griya Utama Residence - KATAMADURA.com
  3. Ping-balik: Madura United 4-2 Atas Arema FC di Gelora Bangkalan - KATAMADURA.com

Tinggalkan komentar