Pada masa kejayaan Mataram Islam, ada satu perlawanan yang sangat hebat yang dihadapi oleh kerajaan ini, dan menariknya, perlawanan itu justru datang dari seorang bangsawan pribumi, bukan dari penjajah asing seperti Belanda.
Dialah Trunojoyo, seorang bangsawan asal Madura yang terkenal karena keberaniannya dalam menantang kekuasaan Mataram yang dipimpin oleh Amangkurat I dan Amangkurat II.
Ketidakpuasan di Tengah Kekuasaan
Kisah ini dimulai ketika Amangkurat I, raja Mataram, memerintah dengan cara yang keras. Ia berusaha memperkuat kekuasaan dengan menjalin persekutuan dengan Belanda, khususnya VOC, setelah kepergian Sultan Agung.
Namun, kebijakan ini membuat banyak orang, terutama kerabat istana dan para ulama, merasa tidak puas. Amangkurat I pun menanggapi ketidakpuasan ini dengan tindakan tegas, yang mengakibatkan penangkapan banyak ulama dan santri. Ribuan orang dihukum mati karena melawan kebijakan raja.
Di tengah ketidakpuasan ini, Trunojoyo, yang merasa bahwa rakyat Madura dan Mataram harus bebas dari tirani, mulai merencanakan pemberontakan.
Pada tahun 1674, ia berhasil merebut kekuasaan di Madura dan menyatakan diri sebagai raja merdeka di Madura Barat.
Trunojoyo: Dari Bangsawan Madura Menjadi Pemimpin Pemberontakan
Trunojoyo tidak sendirian. Ia menjalin kerja sama dengan Karaeng Galesong, pemimpin kelompok pelarian asal Makassar yang mendukung Sultan Hasanuddin. Bersama pasukan Madura dan Makassar, mereka bersatu untuk memerangi Mataram yang berkolaborasi dengan VOC.
Markas mereka berada di Demung, Panarukan, di mana mereka merencanakan serangan-serangan untuk merebut kembali kekuasaan.
Keberanian Trunojoyo tidak sia-sia. Pasukannya yang terdiri dari orang-orang Madura, Makassar, dan Surabaya mulai meraih kemenangan demi kemenangan melawan pasukan Amangkurat I.
Salah satu momen bersejarah adalah ketika pasukan Trunojoyo mengalahkan pasukan Mataram di Gegodog, dekat Tuban, pada tahun 1676.